Lengayang, Pesisir Selatan
Lengayang adalah sebuah
kecamatan di Kabupaten Pesisr Selatan Propinsi Sumatra Barat Indonesia.
Ibukotanya adalah Pasa Kambang.
Batas Wilayah
Kecamatan Lengayang berbatasan dengan
Kecamatan Sutera (Surantih, Taratak, Ampiang Parak) di utara dan kecamatan
Ranah Pesisir di selatan. Di Timur berbatasan dengan Solok Selatan dan di Barat
dengan Kabupaten Mentawai dan Samudera Hindia.
Sejarah Kambang
Konon, menurut penuturan dari orang tua-tua
baik di Bandar Sepuluh terutama di nagari Kambang maupun di Muara Labuh (Solok
Selatan), nama nagari Kambang berasal dari kata 'kambanglah' (kembanglah) yaitu
ucapan masyarakat awal nagari Kambang yang merupakan perantau dari Sungai Pagu
Muara Labuh agar segera mengembangkan (membuka kuncup) payung panji kerajaan
Sungai Pagu yang sebelumnya cukup lama vakum akibat tidak ada kata sepakat
dalam menentukan siapa yang berhak menjadi raja di kerajaan tersebut. Akhirnya
dari keturunan raja yang sudah menyebar ke nagari Kambang-lah calon raja itu ada.
Nagari Kambang merupakan gerbang bagi
penyebaran masyarakat perantau Sungai Pagu Muara Labuh ke daerah-daerah Bandar
Sepuluh yang lainnya baik ke utara maupun ke selatan.
Bila dilihat dari sejarah (Tambo)
nagari-nagari di Bandar Sepuluh, nenek moyang Bandar Sepuluh datang dalam dua
rombongan besar dari Alam Surambi Sungai Pagu, pertama pada tahun 1490 dan
kedua pada tahun 1511.
Secara geneologis, penduduk yang sekarang
ini mendiami Nagari Punggasan khususnya dan daerah Kab. Pesisir Selatan bagian
selatan kecuali Indopuro umumnya berasal dari Alam Surambi Sungai Pagu di Kab. Solok.
Arus perpindahan penduduk tersebut dilakukan menembus bukit barisan dan menurun
di hamparan dataran luas yang berbatas dengan pantai barat Sumatera Barat
bagian selatan yang dulunya dikenal dengan sebutan Pasisia Banda Sapuluah
(Pesisir Bandar Sepuluh).
Perjalanan
Rombongan Pertama
Rombongan pertama, Niniek Kurang Aso Anam
Puluah, yang terdiri suku Kampai, Panai, dan Tigo lareh, barangkat dari Alam
Surambi Sungai Pagu. Mendaki Bukit Pasikayan, manuruni Bukit Pungguang Ladiang,
maniti Pamatang Bangko, Turun ke Pamatang Bukik Sarai, hingga Ke Gunuang
Tigo.Di gunung Tigo lah pertama kali rombongan menetap namun kemudian
ditinggalkan. Rombongan menuju Rantau Hilalang, terus ke Lubuak Sambuang,
Lubuak Durian, Lubuak Ransam, Lubuak Batu Rimau, Lubuak Panjang, Lubuak Parahu
Pacah, Talaok, Lubuak Sarongkok, Lubuak Jantan, Lubuak Limau Kambiang, Kayu
Alang, Lubuak Marunggai, Lubuak Bujang Juaro, sampai ke Pasie Laweh.
Pasie Laweh adalah tempat pemukiman tetap
pertama yang masih berlanjut sampai sekarang sebelum daerah Batu Hampar,
kampung Akad, Gantiang Kubang, Lubuak Sariak, dan Koto Marapak.
Pada masa Koto Marapak berkembang, datang
lah rombongan yang disebut orang Rupik. Rajanya bernama Sitotok Sitarahan
dengan dubalang Sianja Sipilihan. Orang Rupik berbuat sewenang-wenang merusak
kerukunan dan kenyamanan masyarakat waktu itu. Sari Dano dari suku kampai
dikirim ke Sungai Pagu guna mengadukan kondisi mengenaskan yang terjadi Pasie
Laweh dan sekitarnya di paska kedatangan orang Rupik.
Daulat Yang Dipatuan Bagindo Sutan Basa
Tuanku Rajo Disambah, Syamsudi Sadewano, menanggapi masalah ini dengan cepat.
Dia langsung mengirim satu rombongan di bawah pemimpin Dubalang yang bernama
Alang Palabah dan di bantu oleh Gando Bumi. Pertumpahan berdarah yang bermula
di Kampuang Akad tidak bisa dielakkan. Orang Rupik terdesak di Kulam terus
bertahan di Bukik Kayu Manang. Kondisi yang kian terdesak membuat Orang Rupik
harus terus menghindar kehilir, sampai ke batas Indopuro dan kemudian
menyeberang ke Pagai kep. Mentawai. Sejak itu kembali masyarakat merasa aman
dan tentram.
Perjalanan
Rombongan Kedua
Peristiwa kekalahan orang Rupik di
sampaikan kepada Daulat Yang Dipatuan Bagindo Sutan Basa Tuanku Rajo Disambah,
Syamsudin Sadewano, Tuanku merasa senang sekali. Namun kedatangan masyarakat
dari wilayah baru ini ke Sungai Pagu juga membawa maksud lain, yaitu memohon
kepada Tuanku, untuk masyarakat di Pasie Laweh dan sekitarnya mendirikan adat
secara resmi. Permohonan ini di kabulkan oleh Tuanku dengan memberikan 4 tanda
kebesaran adat untuk masing-masing suku yakni, Suku Kampai, Suku Panai, Suku
Tigo Lareh, dan Suku Malayu dan 3 tanda kebesaran Syara’.
Perhelatan pemakaian adat di adakan di Koto
Marapak. Tempat perhelatan di sebut Galanggang Tigo. Dinamakan galanggang Tigo
karena memang pada saat itu baru tiga suku yang ada, Kampai, Panai, dan Tigo
Lareh. Suku Malayu pada saat itu belum datang.
Khusus buat suku Malayu walaupun belum
berpindah ke wilayah baru tersebut, tapi tanda kebesarannya telah di serahkan
oleh Tuanku pada masa itu. Sampai kedatangan Kaum Malayu tanda kebesaran
tersebut disimpan baik oleh Pemuka adat dari Suku Kampai.
Rombongan ke dua adalah suku Malayu dari
Sungai Pagu melalui Koto Pulai, terus Koto Kandih, koto Marapak dan ke Lubuk
Sariak. Lubuk Sariak lah tempat menetap pertama kaum suku Malayu. Pertambahan
anggota keluarga, membuat suku Malayu menambah lokasi pemukiman baru.
Perpindahnya ke daerah Koto Baru dan Medan Baik.
Suku Malayu disambut hangat oleh kaum suku
nan batigo. Upacara penyambutan dilakukan sekaligus penyerahan pakaian
kebesaran suku Malayu dan mengangkat satu Penghulu Pucuk dari Suku Malayu.
Galanggang Tiga tempat Upacara di Koto Marapak di rubah menjadi Galanggang
Empat.
Berdirinya
Adat dan Raja Kambang
Dengan kedatangan suku Malayu lengkap lah
jumlah suku yang ada di wilayah baru tersebut. Maka di bentuklah susunan adat
dan suku masing-masing yaitu:
1. Suku Kampai, yang di sebut
KAMPAI AMPEK PARUIK
a. Kampai Nyiur Gading, dengan
penghulunya, Datuk Rajo Kampai
b. Kampai Tangah, dengan penghulunya
Datuk Rajo Panghulu
c. Kampai Sawah Laweh, dengan
penghulunya, Datuk Rang Batuah
d. Kampai Bendang, dengan penghulunya,
Datuk Pado Basi
Pucuk/Ikek/Pemimpin dari datuak suku Kampai ampek paruik adalah Datuk
Bandaro Hitam.
2.
Suku Panai, yang disebut PANAI TIGO IBU
a. Panai Lundang, dengan penghulunya,
Datuk Rajo Alam
b. Panai Tangah, dengan penghulunya,
Datuk Rajo Kuaso
c. Panai Tanjuang, dengan penghulunya,
Datuk Rajo Hitam
Pucuk/Ikek/Pemimpin dari datuak suku Panai Tigo Ibu adalah Datuk
Rajo Batuah
3.
Suku Tigo Lareh, Suku nan GADANG BAGELAI (bergilir)
a. Jambak, dengan penghulunya Datuk Rajo Bagampo
b. Caniago, dengan penghulunya Datuk
Patiah
c. Sikumbang dengan penghulunya Datuk
Rajo Indo
Pucuk/Ikek/Pemimpin dari datuak Tigo Lareh bagelai di antara tiga
suku ini, yaitu:
1. Suku Jambak jadi Pucuk/ikek, Datuk
Malintang Bumi, atau Datuk Mangkuto Alam
2. Suku Caniago jadi Pucuk/ikek, Datuk
Tan Majo Lelo
3. Suku Sikumbang jadi Pucuk/ikek,
Datuk Manso Di Rajo
4.
Suku Malayu, disebut MALAYU AMPEK NINIAK
a. Malayu Koto Kaciak, dengan
penghulunya Datuk Tan Bandaro
b. Malayu Durian, dengan penghulunya
Datuk Pintu Langit
c. Malayu Tangah, dengan penghulunyaa
Datuk Tan Piaman
d. Malayu Bariang, dengan penghulunya
Datuk Rajo Dio
Pucuk/Ikek/Pemimpin dari datuak
suku Malayu ampek niniak adalah Datuk Tan Nan Sati, dikenal juga dengan
himbauan Datuk Sati
Jumlah suku yang 14 di kepalai oleh Datuak
yang disebut DATUAK NAN AMPEK BALEH Jumlah Datuk masing-masing suku di pimpim
oleh 4 Pucuk/ikek yang disebut IKEK NAN AMPEK
Setelah terbentuk adat, terjadi
perselisihan dalam memilih RAJA, Sari Dano berangkat menuju Sungai Pagu menemui
Daulat Yang Dipatuan Bagindo Sutan Basa Tuanku Rajo Disambah, Syamsudin
Sadewano, memohon titah penunjukan raja di negeri baru tersebut. Tuanku
Syamsudin Sadewano menitahkan kepada seorang bersuku Kampai yang bernama
Sipakek Tuo, untuk menuju wilayah baru tersebut untuk menjadi Raja di situ,
Sipakek Tuo berangkat bersama istrinya Ganggo Hati ( suku Panai ) beserta
rombongan menuju Pasie Laweh menjadi Raja. Sipakek Tuo menerima titah tersebut
dengan segala alat-alat dan pakaian kebesaran raja dan di beri gelar BAGINDO
SATI.
Sampai di sebuah bukit yang bernama Bukit
Sitinjau Laut, sebelum Bukit Pasikayan, Rombongan berpisah menjadi tiga bagian,
Rombongan pertama menuju wilayah Pasie Laweh, Koto marapak dan sekitarnya,
dipimpin oleh Bagindo Sati. Rombongan kedua kearah selatan menuju Air Haji,
dipimpin oleh Sutan Rajo Hitam. Rombongan ketiga ke arah utara ke Hulu Bayang,
di pimpin oleh Malin Sirah. Sebelum berpisah di adakan jamuan makan dengan
memotong kerbau. Kerbau ini di sebut KABAU TANGAH DUO. Kerbau bunting yang
sudah anak di dalam kandungannya, jantung kerbau dibagi tiga masing-masing
untuk kepala rombongan.
Setelah berpisah, dari Puncak bukit,
Bagindo Sati memandang ke arah laut, (Lauik nan sadidiah, Pasie nan gumilang),
terlihat wilayah yang menguncup kearah hulu, dan mengembang luas ke arah
lautan. Di sinilah Sang Raja yang didatangkan dari Sungai Pagu ini memanggil
daerah ini dengan Sebutan “ KAMBANG “.
Bagindo Sati di terima di Koto Marapak oleh
masyarakat Kambang di wakili oleh Ikek nan Ampek. Setelah memperlihatkan
tanda-tanda kebesaran dan pakaian kebesaran Raja, Bagindo Sati di terima secara
sepakat dan dinobatkan menjadi Raja dengan perhelatan selama 14 hari lamanya.
Bagindo Sati kemudian membuka tempat baru dan mendirikan kediaman raja di
daerah tersebut. Tempat baru tersebut di namakan Dusun Baru atau sekarang
terkenal dengan sebutan “Sunbaru/Sumbaru”.
Alat-Alat Kebesaran dan Pakaian Raja di
simpan dalam kamar khusus dalam rumah raja. kemudian di kenal dengan sebutan “
Biliak Dalam”. Sampai saat ini, Jorong Sumbaru di sebut juga Biliak Dalam.
Sewaktu Bagindo Sati menjadi Raja, Tuangku
Malin Sirah yang di telah sampai ke Hulu Bayang, kembali menuju Kambang melalui
jalur pantai dan menetap di Talang Gadang, Hulu Batang Kambang. Disitulah Malin
Sirah menetap. Malin Sirah juga mendapat alat kebesaran dan pakaian raja.
Bagindo Sati menjadi Raja Kambang beberapa
generasi. Setelah itu melalui kesepakatan datuk-datuk suku Kampai dan
Pucuk/ikek masing-masing suku menobatkan Pancang Tuo menjadi Raja dengan gelar
SUTAN KALIFAH. Suran Kalifah berdiam di Lubuak Sariak. Lubuak Sariak di kenal
dengan nama Rumah Dalam. (Kampuang Bingkahan Tanah pucuak suku Kampai )
Setelah Sutan Kalifah mangkat, melalui
hasil kesepakatan Kampai nan empat Paruik dan ikek suku Malayu, ikek suku
Panai, dan ikek suku tigo lareh, menunjuk turunan dari Tuanku Malin
Sirah, Sutan Bagindo Rajo Bukik menjadi Raja. Sutan Bagindo
Rajo Bukik berdiam di Medan baik. Medan baiak kemudian di kenal dengan nama
Kampuang Dalam.
Pada masa Sutan Rajo Bukik inilah di
sempurnakan adat.
• Raja ( Payung Panji )
• Raja Syarak
• Urang Gadang
• Sandi (Pondasi) Raja
• Pucuk/ Ikek
• Datuk Nan Empat Belas
• Sandi Ikek
• Ninik Mamak
“Adat nan bapucuak Bulek, Syarak nan Bapayuang
Panji".
1. Raja
Payuang Panji dalam Nagari berasal dari suku kampai bagian dari
- Bagindo Sati di Sumbaru
- Sutan Kalifah di Lubuak
Sariak
- Sutan Bagindo Rajo Bukik di
Medan Baiak
2. Rajo Syarak
Imam
Abdullah, Imam di Mesjid Koto Baru. Suku Kampai
3. Urang Gadang
- Datuk Bandaro Kambang
Membendarkan segala titah Rajo
- Datuk Tan Baliak Bukik
Haluan, Katitiran di ujuang tunjuak, di bari makan di tapak tangan,
pamenan koto nan sambilan
4. Sandi/Pondasi Rajo ( datuk nan ampek
suku Kampai)
- Datuk Rajo panghulu
- Datuk Rang Batuah
- Datuk Pado Basi
- Datuk Rajo Kampai
5. Pucuak/ Ikek Suku
- Suku kampai, Datuk Bandaro
Hitam
- Suku malayu, Datuk Tan Nan
Sati
- Suku Panai, Datuk Rajo Batuah
- Suku Tigo Lareh :
dalam Caniago, Datuk Malintang Bumi, Datuk Mangkuto Alam
dalam Sikumbang, Datuk Manso Dirajo
dalam Jambak, Datuk Tan Majo lelo
6. Datuk Nan Empat Belas
- Kampai Nan Empat
1. Datuk Rajo panghulu
2. Datuk Rang Batuah
3. Datuk Pado Basi
4. Datuk Rajo Kampai
- Malayu Nan Ampek Niniak
5. Datuk Tan Bandaro
6. Datuk Pintu Langit
7. Datuk Tan Piaman
8. Datuk Rajo Dio
- Panai Nan Tigo Ibu
9. Datuk Rajo Alam
10. Datuk Rajo Kuaso
11. Datuk Rajo Hitam
- Tigo Lareh Gadang Bagelai (
Bergilir )
12. Datuk Rajo Bagampo, suku Jambak
13. Datuk Patiah, suku Caniago
14. Datuk Rajo Indo, Suku Sikumbang
Masing-masing Datuk menjadi Sandi/Pondasi
bagi ikek/pucuk sukunya.
IKEK AMPEK PAYUANG SAKAKI, MASJID LIMO,
KOTO SAMBILAN, PENGHULU NAN AMPEK BALEH, NINIAK MAMAK NAN LIMO PULUAH, IMAM DI
KOTO BARU, BANDARO DI MEDAN BAIAK, HALUAN DATUAK TAN BALIAK BUKIK
Desa-desa di Lengayang
1.
Pulakat
2.
Lakitan
3.
Subarang Tarok
4.
Pulai
5.
Koto Lamo
6.
Bungo Tanjung
7.
Koto Rawang
8.
Gantiang
9.
Tampuniak
10.
Koto Baririk
11.
Koto Pulai
12.
Koto Barapak
13.
Koto Baru
14.
Medan Baiak
15.
Koto Saiyo
16.
Tabiang Tan Saidi
17.
Talang Rj. Pelang
18.
Koto Nan IV
19.
Pasa Kambang
20.
Pasa Gompong
21.
Padang Panjang
22.
Kambang Harapan
23.
Kampuang Baru
24.
Lubuak Sariak
25.
Koto Nan VII
26.
Pasia Laweh
Pemekaran Nagari
Nagari Kambang menjadi 4 nagari yang
terdiri dari :
1.
Nagari Kambang Utara,
meliputi Kampung Lubuk Sarik, Kampung Akat, Kampung Baru, Kampung Pasir Laweh,
Kampung Ganting Kumbang, Kampung Padang Panjang I, Kampung Padang Panjang II
dan Kampung Kambang Harapan.
2.
Nagari Kambang Timur,
meliputi Kampung Koto Kandis, kampung Koto Pulai, kampong Pauh, Kampung
Tampunik, Kampung Kapau dan kampung Ganting.
3.
Nagari Kambang Barat,
meliputi Kampung Pasar Kambang, Kampung Pasar Gompong, Kampung Rangeh, Kampung
Talang dan Kampung Tebing Tinggi.
4.
Nagari Kambang Tengah,
meliputi Kampuang koto baru, kampuang koto marapak, kampuang nyiur gadiang,
kampuang kulam.
Nagari Lakitan menjadi 5 nagari,
yaitu :
1.
Nagari Lakitan, meliputi
Kampung Lakitan, Kampung Gurun Panjang, Kampung Daratan Marantih, Kampung Tarok
2.
Nagari Lakitan Utara,
meliputi Kampung Pasar Baru, Kampung Padang Mandiangin, Kampung Padang
Marapalam dan kampung Padang Cupak.
3.
Nagari Lakitan Selatan,
meliputi Kampung Seberang Tarok, Kampung Lubuk bagalung, Kampung Koto Raya dan
Kampung Karang Tangah.
4.
Nagari Lakitan Timur,
meliputi Kampung Koto Rawang dan Kampung Sikabu.
5.
Nagari Lakitan Tengah,
meliputi Kampung Pulai, Kampung Koto Lamo, Kampung Air Kalam dan Kampung
Tanjung Durian.
Tokoh
Tokoh yang berasal dari kecamatan Lengayang
adalah Haji Samik Ibrahim (lahir 8 Agustus 1908 - wafat 24 November 1978),
seorang perintis Muhammadiyah di Pesisir Selatan. Ia lahir di Nyiur
Gading, Koto Baru Kambang, bersuku Kampai
Isu Pembangunan
Yang masih menjadi isu hangat di tengah
masyarakat Kambang khususnya dan Pesisir Selatan umumnya hingga hari ini adalah
isu pembangunan jalan tembus Kambang - Muaro Labuah yang masih terkendala oleh
keberadaan Taman Nasional kerinci Seblat (TNKS).